© 2020 Yayasan Urantia
1:0.1 BAPA SEMESTA adalah Tuhan semua ciptaan, Sumber dan Pusat Pertama semua benda dan makhluk. Pertama pikirkan Tuhan sebagai pencipta, kemudian sebagai pengendali, dan terakhir sebagai penopang tanpa batas. Kebenaran mengenai Bapa Semesta mulai terbit atas umat manusia ketika sang nabi berkata: “Hanya Engkaulah Allah, tidak ada Tuhan selain Engkau. Engkau telah menciptakan langit dan langit segala langit, dengan semua kawanan mereka; Engkau memelihara dan mengendalikan mereka. Oleh Anak-anak Tuhan alam-alam semesta dibuat. Pencipta menutupi dirinya dengan cahaya seperti mengenakan pakaian dan membentangkan langit seperti kain tenda[1].” Hanya konsep tentang Bapa Semesta—satu Tuhan menggantikan banyak ilah—yang memungkinkan manusia untuk memahami Bapa sebagai pencipta ilahi dan pengendali tanpa batas.
1:0.2 Tak terhitung jumlahnya sistem-sistem keplanetan itu semua dibuat untuk akhirnya dihuni oleh banyak ragam jenis makhluk pintar, sosok-sosok yang dapat mengenal Tuhan, menerima kasih sayang ilahi dan mengasihi Dia sebagai balasannya. Alam-alam semesta adalah karya Tuhan dan tempat kediaman beraneka jenis makhluk-Nya, “Tuhan menciptakan langit dan membentuk bumi; Dia membuat alam semesta dan menciptakan dunia ini tidak dengan sia-sia; Dia membentuknya untuk dihuni.”[2]
1:0.3 Dunia-dunia yang diterangi semua mengenali dan menyembah Bapa Semesta, pembuat kekal dan penopang tanpa batas terhadap semua ciptaan. Para makhluk yang memiliki kehendak dari alam semesta demi alam semesta telah menempuh perjalanan ke Firdaus yang panjang, amat panjang, perjuangan yang mempesona dari petualangan kekal untuk mencapai Tuhan sang Bapa. Tujuan transenden anak-anak waktu adalah untuk mencari Tuhan yang kekal, untuk memahami kodrat ilahi, untuk mengenali Bapa Semesta. Makhluk-makhluk yang mengenal-Tuhan itu hanya memiliki satu ambisi tertinggi, hanya satu hasrat yang memenuhi hati, dan itu adalah, selagi mereka berada di dunia-dunia mereka, agar menjadi seperti Dia sebagaimana Dia ada dalam kesempurnaan kepribadian Firdaus-Nya dan dalam lingkup menyeluruh supremasi-Nya yang adil dan benar. Dari Bapa Semesta yang mendiami kekekalan telah keluar amanat tertinggi, “Jadilah kamu sempurna, sama seperti Aku sempurna[3][4].” Dalam kasih dan rahmat utusan-utusan Firdaus telah membawa dorongan ilahi ini sepanjang zaman dan melalui alam-alam semesta, bahkan sampai kepada makhluk-makhluk rendahan yang berasal dari binatang seperti bangsa-bangsa manusia Urantia.
1:0.4 Perintah yang agung dan menyeluruh agar berupaya demi pencapaian kesempurnaan keilahian ini adalah tugas pertama, dan seharusnya menjadi ambisi tertinggi, untuk perjuangan semua makhluk ciptaan dari Tuhan kesempurnaan. Kemungkinan untuk pencapaian kesempurnaan ilahi ini adalah tujuan akhir dan pasti bagi semua kemajuan rohani kekalnya manusia.
1:0.5 Manusia Urantia tidak bisa berharap untuk menjadi sempurna dalam pengertian tanpa batas, tetapi sepenuhnya mungkin bagi insan-insan manusia, yang memulainya seperti yang mereka lakukan di planet ini, untuk mencapai tujuan luhur dan ilahi yang Tuhan yang tanpa batas itu telah tetapkan bagi manusia fana; dan ketika mereka benar-benar mencapai tujuan akhir ini, mereka akan, dalam semua yang berkaitan dengan realisasi diri dan pencapaian batin, menjadi sama penuhnya dalam lingkup kesempurnaan ilahi mereka seperti halnya Tuhan sendiri dalam lingkup ketidak-terbatasan dan kekekalan-Nya. Kesempurnaan tersebut mungkin tidaklah menyeluruh dalam pengertian material, tak terbatas dalam pemahaman intelektual, atau final dalam pengalaman rohani, tetapi kesempurnaan itu final dan lengkap dalam semua aspek terbatas dari keilahian kehendak, kesempurnaan motivasi kepribadian, dan kesadaran-Tuhan.
1:0.6 Inilah makna sesungguhnya dari perintah ilahi itu, “Jadilah kamu sempurna, sama seperti Aku sempurna,” yang senantiasa mendorong manusia maju ke depan dan mengajak dirinya menuju ke arah dalam, dalam perjuangan panjang dan mempesona itu untuk pencapaian tingkat-tingkat yang lebih tinggi dan semakin tinggi lagi dalam nilai-nilai rohani dan makna-makna alam semesta yang sebenarnya. Pencarian luhur akan Tuhan alam-alam semesta ini adalah petualangan tertinggi dari penghuni-penghuni semua jagat-jagat ruang dan waktu.
1:1.1 Dari semua nama dengan mana Tuhan sang Bapa itu dikenal di seluruh alam semesta, nama-nama yang menyebut Dia sebagai Sumber Pertama dan Pusat Alam Semesta adalah yang paling sering dijumpai. Bapa Pertama itu dikenal dengan berbagai nama di berbagai alam semesta dan dalam berbagai wilayah di alam semesta yang sama itu. Nama-nama yang dibuat ciptaan kepada Pencipta itu banyak tergantung pada konsep ciptaan itu mengenai Sang Pencipta. Sumber Pertama dan Pusat Alam Semesta tidak pernah menyatakan diri-Nya melalui nama, tetapi hanya melalui sifat dasar. Jika kita percaya bahwa kita adalah anak-anak Sang Pencipta ini, maka sudah sewajarnya bahwa kita pada akhirnya akan menyebut-Nya Bapa[5]. Namun ini adalah nama pilihan kita sendiri, dan nama ini muncul dari pengenalan tentang hubungan pribadi kita dengan Sumber dan Pusat Pertama.
1:1.2 Bapa Semesta tidak pernah memaksakan bentuk pengakuan yang wajib, penyembahan yang formal, atau layanan yang memperbudak terhadap para makhluk berkehendak yang cerdas di alam-alam semesta. Para penghuni dunia-dunia ruang dan waktu yang berevolusi itu harus dari mereka sendiri—dalam hati mereka sendiri—mengenali, mengasihi dan secara sukarela menyembah Dia. Sang Pencipta menolak untuk memaksakan atau mengharuskan penundukan kehendak bebas rohani makhluk-makhluk jasmani-Nya. Pengabdian penuh kasih dari kehendak manusia untuk mengerjakan kehendak Bapa adalah pemberian manusia yang paling berharga kepada Tuhan; dalam kenyataannya, pengabdian kehendak makhluk tersebut akan merupakan satu-satunya pemberian yang mungkin sungguh benar nilainya dari manusia kepada Bapa Surgawi. Dalam Tuhan, manusia hidup, bergerak, dan memiliki keberadaannya; tidak ada yang dapat manusia berikan untuk Tuhan kecuali pilihan untuk tetap taat pada kehendak Bapa ini, dan keputusan-keputusan tersebut yang dibuat oleh para makhluk berkehendak yang cerdas dari alam-alam semesta, merupakan kenyataan dari penyembahan sejati itu yang begitu memuaskan kepada Sang Bapa Pencipta yang sifat-Nya dikuasai oleh kasih itu[6].
1:1.3 Ketika kamu suatu kali telah benar-benar sadar akan Tuhan, setelah kamu sungguh-sungguh menemukan Sang Pencipta agung itu dan mulai mengalami kesadaran akan kehadiran sang pengendali ilahi yang diam di dalam itu, maka, sesuai dengan pencerahanmu dan sesuai dengan ragam dan cara dengan mana para Putra ilahi mewahyukan Tuhan, kamu akan menemukan sebuah nama untuk Bapa Semesta yang akan dapat cukup menyatakan konsepmu mengenai Sang Sumber dan Pusat Besar Pertama itu. Demikianlah, pada beragam dunia dan berbagai alam semesta, Sang Pencipta itu menjadi dikenal dengan berbagai sebutan, dalam maksud hubungannya semua artinya sama, namun dalam kata-kata dan simbol-simbol, setiap nama mewakili taraf, kedalaman, dari bertahtanya Dia dalam hati para ciptaan-Nya di suatu alam tertentu.
1:1.4 Dekat pusat alam-alam semesta, Bapa Semesta umumnya dikenal dengan nama-nama yang dapat dianggap sebagai berarti Sumber Pertama. Lebih jauh ke luar ke alam-alam semesta ruang angkasa, istilah yang digunakan untuk menyebut Bapa Semesta lebih sering berarti Pusat Semesta. Makin jauh lagi dalam ciptaan bintang-bintang, Dia dikenal, seperti di dunia ibukota alam semesta lokalmu, sebagai Sumber Kreatif dan Pusat Ilahi yang Pertama. Di salah satu konstelasi yang berdekatan Tuhan disebut Bapa Alam Semesta. Di tempat lain, Penopang Tanpa Batas, dan di sebelah timur, Pengendali Ilahi. Dia juga disebut Bapa Terang, Karunia Kehidupan, dan Yang Mahakuasa[7][8][9].
1:1.5 Di dunia-dunia di mana sesosok Putra Firdaus telah menjalani kehidupan penganugerahan diri, Tuhan secara umum dikenal dengan suatu nama yang menunjukkan hubungan pribadi, kasih sayang, dan pengabdian kebapaan[10]. Di ibukota konstelasimu Tuhan disebut sebagai Bapa Semesta, dan pada berbagai planet hunian dalam sistem lokalmu Dia dikenal antara lain sebagai Bapa segala Bapa, Bapa Firdaus, Bapa Havona, dan Bapa Roh. Mereka yang mengenal Tuhan melalui pewahyuan dari penganugerahan Putra-putra Firdaus, akhirnya lebih cenderung kepada daya tarik sentimental dari hubungan yang menyentuh hati antara ciptaan dan Pencipta, dan menyebut Tuhan sebagai “Bapa kami[11].”
1:1.6 Pada suatu planet yang berisikan ciptaan-ciptaan yang berjenis kelamin, dalam dunia dimana dorongan perasaan keorang-tuaan melekat dalam hati makhluk-makhluk cerdasnya, istilah Bapa menjadi nama yang sangat ekspresif dan tepat untuk Tuhan yang kekal. Dia paling dikenal, paling diakui secara menyeluruh di planetmu, Urantia, dengan nama Tuhan (God). Nama yang diberikan kepada-Nya tidak terlalu penting; yang penting adalah bahwa kamu harusnya mengenal Dia dan berkeinginan menjadi seperti Dia. Nabi-nabimu pada masa lampau benar-benar menyebut Dia “Allah yang kekal” dan menyebut Dia sebagai yang “mendiami kekekalan[12][13].”
1:2.1 Tuhan adalah realitas yang perdana (utama dan pertama) dalam alam roh; Tuhan adalah sumber kebenaran dalam alam-alam batin; Tuhan menaungi semua di seluruh alam jasmani. Bagi semua kecerdasan yang diciptakan, Tuhan adalah kepribadian, dan kepada alam-alam semesta Dia adalah Sumber dan Pusat Pertama realitas kekal. Tuhan itu tidak seperti manusia atau seperti mesin[14]. Bapa Pertama itu adalah roh semesta, kebenaran kekal, kenyataan tanpa batas, dan kepribadian bapa.
1:2.2 Tuhan yang kekal itu secara tanpa batas lebih dari realitas yang diidealkan atau alam semesta yang dipribadikan. Tuhan adalah bukan hanya hasrat tertinggi manusia, pencarian manusia yang diobjektifkan. Tuhan juga bukan hanya suatu konsep semata, potensi-kuasa dari keadilan dan kebenaran. Bapa Semesta itu bukan suatu sinonim untuk alam, bukan pula Dia adalah hukum alam yang dipribadikan. Tuhan adalah suatu realitas yang transenden, bukan hanya konsep tradisional manusia untuk nilai-nilai tertinggi. Tuhan itu bukan suatu pemusatan psikologis untuk pengertian-pengertian rohani, bukan pula Dia adalah “karya manusia yang paling mulia.” Tuhan bisa merupakan salah satu atau semua konsep-konsep ini dalam benak manusia, tetapi Dia lebih lagi dari itu. Dia adalah pribadi penyelamat dan Bapa pengasih bagi semua yang menikmati kedamaian rohani di atas bumi, dan yang merindukan untuk mengalami keselamatan kepribadian dalam kematian.
1:2.3 Kenyataan tentang keberadaan Tuhan itu diperagakan dalam pengalaman manusia oleh berdiamnya kehadiran ilahi di dalam, Monitor roh yang dikirim dari Firdaus untuk tinggal dalam batin fana manusia dan berada di sana untuk mendukung dalam mengembangkan jiwa yang baka untuk keselamatan kekal. Kehadiran Pelaras ilahi ini dalam batin manusia ditunjukkan oleh tiga fenomena pengalaman:
1:2.4 1. Kapasitas intelektual untuk mengenal Tuhan—kesadaran akan Tuhan[15].
1:2.5 2. Dorongan rohani untuk mencari Tuhan—pencarian akan Tuhan[16].
1:2.6 3. Kerinduan kepribadian untuk menjadi seperti Tuhan—hasrat sepenuh hati untuk melakukan kehendak Bapa[17].
1:2.7 Keberadaan Tuhan tidak pernah dapat dibuktikan oleh percobaan ilmiah atau oleh penalaran murni dari kesimpulan logis. Tuhan dapat disadari hanya di dalam wilayah-wilayah pengalaman manusia; meskipun demikian, konsep sejati mengenai realitas Tuhan itu masuk akal bagi logika, bisa diterima untuk filsafat, esensial untuk agama, dan mutlak diperlukan terhadap setiap harapan akan kelangsungan hidup kepribadian.
1:2.8 Mereka yang mengenal Tuhan telah mengalami fakta akan kehadiran-Nya; manusia fana yang mengenal Tuhan tersebut menyimpan dalam pengalaman pribadi mereka satu-satunya bukti positif mengenai keberadaan Tuhan yang hidup, bukti yang dapat ditawarkan oleh seseorang kepada yang lain. Keberadaan Tuhan itu sama sekali di luar semua kemungkinan demonstrasi kecuali kontak antara batin manusia yang sadar-Tuhan dan kehadiran-Tuhan dari Pelaras Pikiran yang mendiami akalbudi manusia itu dan yang dianugerahkan ke atas manusia sebagai hadiah cuma-cuma dari Bapa Semesta.
1:2.9 Secara teori kamu bisa memikirkan tentang Tuhan sebagai Pencipta, dan Dia adalah pencipta pribadi Firdaus dan alam semesta sentral kesempurnaan, tetapi alam-alam semesta ruang dan waktu semuanya diciptakan dan diorganisir oleh korps Firdaus dari para Putra Pencipta. Bapa Semesta itu bukan pencipta pribadi alam semesta lokal Nebadon; alam semesta di dalam mana kamu hidup adalah ciptaan dari Putra-Nya Mikhael. Walaupun Bapa tidak secara pribadi menciptakan alam-alam semesta yang evolusioner, namun Dia mengendalikan mereka dalam banyak relasi semesta mereka dan dalam manifestasi-manifestasi tertentu energi fisik, batin, dan rohani mereka. Tuhan Bapa adalah pencipta pribadi alam semesta Firdaus dan, dalam kerjasama dengan Putra Kekal, menjadi pencipta untuk semua pribadi Pencipta-pencipta alam semesta yang lainnya.
1:2.10 Sebagai pengendali fisik dalam alam-alam semesta material, Sumber dan Pusat Pertama berfungsi dalam pola-pola dari Pulau Firdaus yang kekal, dan melalui pusat gravitasi yang absolut ini Tuhan yang kekal itu menjalankan pengendalian kosmis menyeluruh terhadap tingkat fisik secara setara di alam semesta sentral maupun di seluruh alam semesta segala alam semesta. Sebagai batin, Tuhan berfungsi dalam Ketuhanan Roh Tanpa Batas; sebagai roh, Tuhan itu mewujud dalam pribadi Putra Kekal dan dalam pribadi-pribadi anak-anak ilahi dari Putra Kekal itu. Hubungan timbal balik antara Sumber dan Pusat Pertama dengan para Pribadi sederajat dan para Absolut Firdaus itu tidak sedikitpun menghalangi tindakan pribadi langsung dari Bapa Semesta di seluruh semua ciptaan dan pada semua tingkatan daripadanya. Melalui kehadiran roh-Nya yang dipecah-pecahkan itu Sang Bapa Pencipta menjaga kontak dekat dengan anak-anak makhluk-Nya dan alam-alam semesta yang diciptakan-Nya.
1:3.1 “Allah itu roh[18].” Dia adalah suatu kehadiran rohani yang menyeluruh. Bapa Semesta adalah suatu realitas rohani yang tanpa batas; Dia adalah “yang berkuasa, kekal, tidak bisa mati, tidak kelihatan, dan satu-satunya Tuhan yang benar[19].” Walaupun kamu adalah “keturunan Allah,” kamu tidak boleh berpikir bahwa Bapa itu seperti dirimu dalam bentuk dan fisik badan karena kamu dikatakan diciptakan “menurut gambar dan rupa-Nya”—yaitu didiami oleh Monitor Misteri yang diberangkatkan dari tempat kediaman pusat hadirat kekal-Nya[20][21]. Sosok-sosok roh itu nyata, meskipun mereka tidak kasat mata manusia; sekalipun mereka tidak punya darah dan daging.
1:3.2 Kata pelihat dari masa lampau: “Lihatlah, Dia pergi bersamaku, dan aku tidak melihat-Nya; Dia melewati aku juga, tapi aku tidak mengetahui-Nya[22].” Kita dapat terus menerus mengamati pekerjaan Tuhan, kita dapat menjadi sangat sadar akan bukti-bukti jasmani dari perbuatan-Nya yang agung, tetapi jarang kita bisa menyaksikan manifestasi keilahian-Nya yang dapat dilihat mata, tidak pula melihat kehadiran roh yang diutus-Nya untuk mendiami manusia itu.
1:3.3 Bapa Semesta tidak dapat dilihat bukan karena Dia menyembunyikan diri-Nya dari para makhluk rendahan yang terkendala jasmaninya dan terbatas kemampuan rohaninya itu. Situasinya lebih tepat dikatakan sebagai: “Kamu tidak dapat melihat wajah-Ku, sebab tidak ada manusia yang bisa melihat Aku dan tetap hidup[23].” Tidak ada manusia yang jasmani dapat melihat Tuhan yang roh dan bisa mempertahankan keberadaannya yang fana itu. Kemuliaan dan kecemerlangan rohani dari hadirat kepribadian ilahi itu tidak mungkin didekati oleh kelompok makhluk roh yang lebih rendah atau oleh golongan kepribadian jasmani apapun. Terang rohani dari hadirat pribadinya Bapa itu adalah suatu “terang yang tidak dapat dihampiri manusia, yang mana tidak ada makhluk jasmani yang telah melihat atau dapat melihatnya[24].” Tetapi tidak perlu melihat Tuhan dengan mata daging agar supaya dapat melihat-Nya dengan penglihatan-iman dari batin yang dirohanikan.
1:3.4 Kodrat roh Bapa Semesta itu dibagikan bersama sepenuhnya dengan diri yang ada bersama-Nya, yaitu Putra Kekal Firdaus. Baik Bapa maupun Putra dengan cara yang serupa berbagi roh semesta dan kekal itu sepenuhnya dan tanpa syarat dengan kepribadian sederajat paduan Mereka, yaitu Roh Tanpa Batas. Rohnya Tuhan itu, dalam, dan dari diri-Nya sendiri, adalah absolut; dalam Sang Putra roh itu adalah tanpa batasan sifat; dalam Roh, roh itu semesta, dan dalam dan oleh semua Mereka, roh itu tanpa batas.
1:3.5 Tuhan adalah roh yang semesta; Tuhan adalah pribadi yang semesta. Realitas pribadi tertinggi dari ciptaan terbatas adalah roh; realitas terakhir dari kosmos pribadi adalah roh absonit. Hanya tingkat-tingkat infinitas yang adalah absolut, dan hanya pada tingkat-tingkat demikian ada finalitas kesatuan antara materi, batin, dan roh.
1:3.6 Dalam alam-alam semesta Tuhan Sang Bapa itu adalah, dalam kesanggupan, pengendali menyeluruh atas materi, batin, dan roh. Hanya dengan sarana sirkuit kepribadian-Nya yang sangat luas itulah Tuhan berhubungan langsung dengan kepribadian-kepribadian dari ciptaan luas makhluk-Nya yang memiliki kehendak, tetapi Dia dapat dikontak (di luar Firdaus) hanya dalam kehadiran entitas-entitas pecahan-Nya, kehendak Tuhan yang pergi jauh ke alam-alam semesta. Roh Firdaus ini yang mendiami batin manusia waktu, dan berada di sana membantu evolusi jiwa baka dari makhluk yang bertahan hidup itu, adalah dari kodrat dan keilahian dari Bapa Semesta. Namun batin makhluk-makhluk yang evolusioner tersebut berasal dari alam-alam semesta lokal dan harus meraih kesempurnaan ilahi dengan memperoleh transformasi-transformasi pencapaian rohani secara pengalaman itu, yang merupakan hasil yang tidak terhindarkan dari pilihan sesosok makhluk untuk melakukan kehendak Bapa di surga.
1:3.7 Dalam pengalaman batiniah manusia, batin disambungkan pada materi. Batin yang terkait-materi semacam itu tidak dapat bertahan melalui kematian fana. Teknik untuk selamat bertahan hidup itu tercakup dalam penyesuaian-penyesuaian kehendak manusia itu dan pada transformasi-transformasi dalam batin manusia itu, dengan mana kecerdasan yang sadar-Tuhan tersebut secara berangsur-angsur menjadi diajar oleh roh dan pada akhirnya dipimpin oleh roh. Evolusi batin manusia dari hubungan materi menuju kesatuan roh ini menghasilkan transmutasi fase-fase yang memiliki potensi roh dari batin manusia menjadi realitas-realitas morontia jiwa yang baka. Batin manusia yang tunduk pada materi ditakdirkan menjadi makin bersifat material dan sebagai akibatnya akan menderita kemusnahan kepribadian pada akhirnya; batin yang ditundukkan pada roh ditakdirkan menjadi makin rohani dan akhirnya mencapai kesatuan dengan roh ilahi yang menyelamatkan dan menuntun itu, dan dengan cara inilah memperoleh keselamatan dan kekekalan eksistensi kepribadian.
1:3.8 Aku datang dari Yang Kekal, dan aku telah berulang kali kembali ke hadapan hadirat Bapa Semesta. Aku tahu keadaan sebenarnya dan kepribadian Sumber dan Pusat Pertama, Bapa yang Kekal dan Universal itu. Aku tahu bahwa, meskipun Tuhan yang akbar itu absolut, kekal dan tanpa batas, Dia juga baik, ilahi, dan penuh rahmat. Aku tahu kebenaran tentang deklarasi besar: “Allah itu roh” dan “Allah itu kasih,” dan kedua sifat ini paling secara lengkap diwahyukan ke alam semesta dalam diri Putra Kekal[25][26].
1:4.1 Tanpa batasnya kesempurnaan Tuhan itu sedemikian rupa sehingga hal itu secara kekal menyebabkan Dia itu misteri. Dan yang terbesar dari semua misteri-misteri Tuhan yang tak terpahami itu adalah fenomena berdiamnya roh ilahi dalam batin manusia fana. Cara dalam mana Bapa Semesta tinggal bersama para makhluk waktu itu adalah yang paling hebat dari semua misteri-misteri alam semesta; sang hadirat ilahi dalam batin manusia itu adalah misteri dari segala misteri.
1:4.2 Tubuh-tubuh fisik manusia fana itu adalah “bait-bait Allah[27].” Sekalipun bahwa para Putra Pencipta Daulat datang mendekati makhluk-makhluk di dunia-dunia hunian mereka dan “menarik semua orang datang kepada mereka”; walaupun mereka “berdiri di depan pintu” kesadaran “dan mengetuk” dan gembira untuk masuk ke dalam semua yang mau “membuka pintu-pintu hati mereka”; walaupun ada persekutuan pribadi yang intim antara para Putra Pencipta dan makhluk-makhluk fana mereka, namun demikian, manusia memiliki sesuatu dari Tuhan sendiri yang secara nyata berdiam di dalam mereka; tubuh mereka adalah rumah-rumah suci roh itu[28][29].
1:4.3 Setelah kamu selesai di bawah sini, kalau hidupmu telah dijalani dalam wujud sementara di bumi, ketika perjalanan percobaanmu dalam daging selesai, ketika debu yang membentuk kemah tubuh fana “kembali lagi menjadi tanah dari mana ia berasal”; kemudian, diwahyukan, Roh yang mendiaminya “Roh akan kembali kepada Allah yang mengaruniakannya[30][31].” Ada tinggal berdiam di dalam setiap makhluk yang bermoral di planet ini suatu pecahan Tuhan, suatu bagian dan bingkisan dari keilahian. Roh itu belum menjadi milikmu berdasarkan hak kepemilikan, tetapi roh itu dirancang dengan maksud untuk menjadi satu dengan kamu jika kamu bertahan hidup menjalani kehidupan fanamu.
1:4.4 Kita terus menerus diperhadapkan pada misteri Tuhan ini; kita tercengang oleh meningkatnya pengungkapan panorama tanpa akhir dari kebenaran tentang kebaikan yang tanpa batas, rahmat yang tanpa akhir, hikmat yang tanpa banding, dan karakter-Nya yang agung itu.
1:4.5 Misteri ilahi itu terdiri dalam perbedaan melekat yang ada antara yang terbatas dan yang tanpa batas, yang sementara dan yang kekal, makhluk ruang-waktu dan Pencipta Semesta, yang material dan yang spiritual, ketidak-sempurnaan manusia dan kesempurnaan Deitas Firdaus. Tuhan kasih semesta itu tidak pernah gagal mewujudkan diri-Nya kepada setiap makhluk-Nya hingga kepenuhan kapasitasnya makhluk itu untuk secara rohani menangkap kualitas-kualitas kebenaran, keindahan, dan kebaikan ilahi.
1:4.6 Kepada setiap sosok roh dan kepada setiap makhluk fana dalam setiap dunia dan setiap dunia di alam semesta segala alam-alam semesta, Bapa Semesta mengungkapkan semua dari diri-Nya yang rahimi dan ilahi itu apa yang bisa dilihat dan dipahami oleh sosok-sosok roh itu dan oleh makhluk-makhluk fana itu. Tuhan tidak pilih kasih, baik itu pribadi rohani ataupun jasmani[32]. Kehadiran ilahi yang dinikmati setiap anak alam semesta itu pada suatu saat tertentu hanya dibatasi oleh kapasitas makhluk tersebut untuk menerima dan untuk melihat keadaan-keadaan sebenarnya roh dari alam supramaterial.
1:4.7 Sebagai suatu realitas dalam pengalaman rohani manusia, Tuhan itu bukan suatu misteri. Tetapi jika upaya dilakukan untuk menjelaskan realitas-realitas dari alam roh itu kepada pikiran fisik dari golongan jasmani, muncullah misteri: misteri yang demikian halus dan demikian mendalam sehingga hanya pemahaman-iman dari manusia yang mengenal-Tuhan itu yang dapat mencapai mujizat filosofis tentang pengenalan Yang Tanpa Batas oleh yang terbatas, pemahaman Tuhan yang kekal oleh manusia yang berevolusi dalam dunia-dunia jasmani ruang dan waktu.
1:5.1 Jangan mengizinkan kebesaran Tuhan, ketanpa-batasan-Nya itu, menutupi ataupun menghalangi kepribadian-Nya. “Dia yang merancang telinga, masakan Dia tidak mendengar? Dia yang membentuk mata, masakan Dia tidak melihat?” Bapa Semesta adalah puncak kepribadian ilahi; Dia adalah permulaan dan tujuan akhir kepribadian di seluruh ciptaan[33]. Tuhan itu tanpa batas dan juga berpribadi; Dia adalah kepribadian yang tanpa batas. Bapa itu benar-benar suatu kepribadian, meskipun bahwa ketanpa-batasan pribadi-Nya itu menempatkan-Nya untuk selama-lamanya di luar pemahaman penuh makhluk-makhluk yang jasmani dan terbatas.
1:5.2 Tuhan itu jauh lebih daripada suatu kepribadian sebagaimana kepribadian itu dimengerti oleh batin pikiran manusia; Dia bahkan jauh daripada semua konsep yang mungkin mengenai suatu suprakepribadian. Tetapi sama sekali sia-sia mendiskusikan konsep kepribadian ilahi yang tidak terpahami seperti itu dengan pikiran-pikiran makhluk-makhluk jasmani yang konsep maksimumnya mengenai realitas keberadaan terdiri dalam ide dan ideal tentang kepribadian. Konsep tertinggi makhluk jasmani yang mungkin mengenai Pencipta Semesta itu tercakup di dalam ideal-ideal rohani mengenai gagasan yang dimuliakan tentang kepribadian ilahi. Oleh sebab itu, walaupun kamu bisa mengetahui bahwa Tuhan haruslah jauh lebih daripada konsepsi manusia mengenai kepribadian, kamu sama-sama tahu juga bahwa Bapa Semesta itu tidaklah mungkin hanya sesuatu yang kurang dari suatu kepribadian yang kekal, tanpa batas, benar, baik, dan indah.
1:5.3 Tuhan tidak bersembunyi dari siapa pun makhluk-Nya. Dia tidak dapat didekati oleh demikian banyak golongan makhluk hanya karena Dia “bersemayam dalam terang yang tak terhampiri makhluk jasmani[34].” Kedahsyatan dan kebesaran kepribadian ilahi itu di luar daya tangkap pikiran tidak sempurna manusia evolusioner. Dia “menakar air laut dengan lekuk tangan-Nya dan mengukur langit (alam semesta) dengan jengkal tangan-Nya. Dialah yang duduk di atas lingkaran bumi, yang membentangkan langit seperti kain tenda dan yang menebarkan mereka sebagai alam semesta untuk didiami[35].” “Angkatlah matamu ke tempat tinggi dan lihatlah Dia yang telah menciptakan segala sesuatunya ini, yang menampilkan dunia-dunia mereka sesuai bilangannya dan memanggil mereka sesuai nama mereka”; dan maka benarlah bahwa “hal-hal Allah yang tidak kelihatan itu hanya sebagian dipahami oleh hal-hal yang dibuat[36][37].” Hari ini, dan sebagaimana adanya kamu, kamu harus melihat Sang Pembuat yang tidak tampak mata itu melalui ciptaan-Nya yang banyak dan beragam, demikian pula melalui pewahyuan dan pelayanan dari para Putra-Nya dan banyak bawahan mereka.
1:5.4 Sekalipun manusia jasmani tidak dapat melihat pribadi Tuhan, mereka seharusnya bersukacita dalam kepastian bahwa Dia adalah pribadi; oleh iman menerima kebenaran yang menggambarkan bahwa Bapa Semesta demikian mengasihi dunia sehingga Dia menyediakan untuk kemajuan rohani kekal untuk bagi para penghuninya yang rendah; bahwa Dia “bergirang karena anak-anak-Nya[38].” Tuhan tidak kekurangan satupun sifat-sifat supramanusiawi dan ilahi sehingga membentuk suatu kepribadian Pencipta yang sempurna, kekal, penuh kasih, dan tanpa batas.
1:5.5 Dalam ciptaan-ciptaan lokal (kecuali personalia dari alam-alam semesta super) Tuhan tidak memiliki manifestasi yang pribadi atau yang tinggal menetap di situ selain para Putra Pencipta Firdaus yang adalah para bapa dunia-dunia yang dihuni dan penguasa-penguasa berdaulat alam-alam semesta lokal. Jika iman dari makhluk itu sempurna, ia akan dengan pasti tahu bahwa jika ia telah melihat seorang Putra Pencipta maka ia telah melihat Bapa Semesta; pada waktu mencari Bapa, ia tidak akan bertanya atau berharap untuk melihat yang lain kecuali Sang Putra itu[39][40]. Manusia fana sama sekali tidak dapat melihat Tuhan sampai dia mencapai selesainya perubahan wujud roh dan benar-benar mencapai Firdaus[41].
1:5.6 Kodrat-kodrat para Putra Pencipta Firdaus itu tidak meliputi semua potensi tanpa batasan dari kemutlakan universal dari kodrat tanpa batas Sumber dan Pusat Besar Pertama, tetapi Bapa Semesta dalam segala hal secara ilahi hadir dalam diri para Putra Pencipta. Bapa dan Putra-putra-Nya itu adalah satu[42]. Para Putra Firdaus dari ordo Mikhael ini adalah kepribadian-kepribadian sempurna, bahkan merupakan pola untuk semua kepribadian alam semesta lokal mulai dari Bintang Fajar yang Terang turun sampai ke makhluk manusia terendah yang berkembang dari evolusi binatang.
1:5.7 Tanpa Tuhan dan seandainya bukan karena pribadi-Nya yang akbar dan sentral itu, tidak akan ada kepribadian di seluruh alam-alam semesta luas ini. Tuhan itu adalah kepribadian.
1:5.8 Sekalipun bahwa Tuhan itu adalah suatu kuasa yang kekal, hadirat yang agung, ideal yang transenden, dan roh yang mulia, walaupun Dia adalah semuanya ini dan lebih lagi secara tanpa batas, namun Dia sesungguhnya dan selamanya adalah kepribadian Pencipta yang sempurna, suatu pribadi yang dapat “mengenal dan dikenal,” yang dapat “mengasihi dan dikasihi,” dan pribadi yang dapat menjadi sahabat kita; sedangkan kamu dapat dikenal, seperti manusia lain telah dikenal, sebagai sahabat Tuhan[43][44][45]. Dia adalah sosok roh yang nyata dan suatu kenyataan rohani.
1:5.9 Saat kita melihat Bapa Semesta diwahyukan di seluruh alam semesta-Nya; ketika kita mengamati Dia mendiami makhluk-makhluk-Nya yang amat banyak itu; sementara kita menyaksikan Dia dalam diri pribadi para Putra Daulat-Nya; ketika kita terus merasakan hadirat ilahi-Nya di sana sini, dekat dan jauh, marilah jangan kita meragukan atau mempertanyakan keutamaan kepribadian-Nya. Walaupun ada semua penyebaran yang amat sangat luas ini, namun Dia tetap pribadi yang sejati dan selama-lamanya menjaga hubungan pribadi dengan tak terhitung kawanan makhluk-makhluk-Nya yang berpencar di seluruh alam semesta segala alam-alam semesta.
1:5.10 Gagasan mengenai kepribadian Bapa Semesta itu adalah suatu konsep yang diperluas dan lebih benar mengenai Tuhan yang telah datang kepada umat manusia terutama melalui pewahyuan. Akal, hikmat, dan pengalaman beragama semuanya menyimpulkan dan menunjukkan mengenai kepribadian Tuhan, tetapi semua itu tidak mengesahkannya. Bahkan Pelaras Pikiran yang mendiami itu adalah prapribadi. Kebenaran dan kematangan suatu agama itu berbanding lurus dengan konsepnya mengenai kepribadian tanpa batas Tuhan dan dengan pemahamannya tentang kesatuan mutlak Deitas. Maka, gagasan tentang Deitas yang berpribadi menjadi ukuran kematangan keagamaan setelah agama terlebih dahulu merumuskan konsep tentang keesaan Tuhan.
1:5.11 Agama primitif memiliki banyak dewata yang berpribadi, dan mereka dibentuk dalam rupa manusia. Pewahyuan menegaskan keabsahan konsep kepribadian Tuhan yang hanya mungkin dalam dalil ilmiah mengenai suatu Sumber Pertama dan hanya diusulkan secara sementara dalam gagasan filosofis tentang Kesatuan Semesta. Hanya oleh pendekatan kepribadianlah siapa saja dapat mulai memahami tentang keesaan Tuhan. Menolak adanya kepribadian Sumber dan Pusat Pertama menghadapkan seseorang pada pilihan mengenai dua dilema filosofis: materialisme atau panteisme.
1:5.12 Dalam perenungan tentang Deitas, konsep kepribadian harus dilepaskan dari gagasan mengenai badan jasmani. Suatu tubuh jasmani tidak harus ada untuk kepribadian, baik itu manusia atau Tuhan. Kekeliruan mengenai badan jasmani itu ditunjukkan oleh kedua ekstrim filsafat manusia itu. Dalam materialisme, karena manusia kehilangan tubuh pada waktu kematian, ia dianggap musnah sebagai suatu kepribadian; dalam panteisme, karena Tuhan tidak punya badan, sebab itu Dia bukan suatu pribadi. Jenis kepribadian supramanusia yang progresif berfungsi dalam kesatuan batin dan roh.
1:5.13 Kepribadian itu bukan semata hanya satu sifat Tuhan; kepribadian itu lebih berarti totalitas dari kodrat tanpa batas yang dikoordinasikan dan kehendak ilahi yang dipersatukan, yang ditunjukkan dalam kekekalan dan keuniversalan ekspresi yang sempurna. Kepribadian, dalam pengertian tertinggi, adalah pewahyuan Tuhan kepada alam semesta segala alam-alam semesta.
1:5.14 Tuhan, sebagai yang kekal, semesta, absolut, dan tanpa batas, tidak bertumbuh dalam pengetahuan atau bertambah dalam hikmat. Tuhan tidak memperoleh pengalaman, seperti yang mungkin diduga atau dipahami oleh manusia yang terbatas, tetapi Dia, dalam wilayah-wilayah kepribadian kekal-Nya sendiri, memang menikmati perluasan terus-menerus realisasi diri itu yang dalam beberapa hal dapat dibandingkan pada, dan dapat disamakan dengan, perolehan pengalaman baru oleh makhluk-makhluk terbatas di dunia-dunia evolusioner.
1:5.15 Kesempurnaan absolut Tuhan yang tanpa batas itu akan menyebabkan Dia menderita pembatasan-pembatasan hebat dari finalitas kesempurnaan yang tanpa perkecualian seandainya bukan suatu fakta bahwa Bapa Semesta secara langsung ikut serta dalam perjuangan kepribadian setiap jiwa yang tidak sempurna dalam alam semesta luas, yang berusaha, oleh pertolongan ilahi, untuk naik ke dunia-dunia yang sempurna secara rohani di tempat tinggi. Pengalaman progresif dari setiap sosok roh dan setiap makhluk fana di seluruh alam-alam semesta ini adalah suatu bagian dari kesadaran-Deitas-Nya Bapa yang terus makin luas, kesadaran akan lingkaran ilahi yang tanpa akhir dari realisasi diri yang tanpa henti.
1:5.16 Secara harfiah benarlah: “Dalam semua penderitaanmu Dia ikut menderita[46].” “Dalam semua kemenanganmu Dia berkemenangan di dalam dan dengan engkau[47].” Roh ilahi prapribadi-Nya itu adalah suatu bagian sesungguhnya dari kamu. Pulau Firdaus tanggap pada semua metamorfosa fisik alam-alam semesta; Putra Kekal mencakup semua dorongan roh dari semua ciptaan; Pelaku Bersama meliputi semua ekspresi batin dari kosmos yang makin mengembang. Bapa Semesta menyadari dalam kepenuhan kesadaran ilahi semua pengalaman individual dari perjuangan maju dari batin yang berkembang dan roh-roh yang naik dari setiap entitas, sosok, dan kepribadian di seluruh ciptaan ruang dan waktu yang evolusioner. Dan ini semuanya benar secara harfiah, sebab “dalam Dia kita semua hidup, kita bergerak, dan kita ada[48].”
1:6.1 Kepribadian manusia adalah bayangan-citra ruang-waktu yang dibuat oleh kepribadian Pencipta ilahi. Dan tidak pernah ada aktualitas yang dapat dipahami secara memadai melalui pemeriksaan terhadap bayangannya. Bayangan seharusnya ditafsirkan sesuai ukuran-ukuran dari substansi yang sebenarnya.
1:6.2 Bagi ilmu pengetahuan, Tuhan adalah sebab, pada filsafat adalah suatu ide, pada agama adalah sosok pribadi, bahkan Bapa surgawi yang pengasih. Bagi ilmuwan, Tuhan adalah forsa yang perdana, pada filsuf suatu hipotesis tentang kesatuan, bagi agamawan suatu pengalaman rohani yang hidup. Konsep manusia yang tidak memadai mengenai kepribadian Bapa Semesta dapat ditingkatkan hanya oleh kemajuan rohani manusia dalam alam semesta dan akan menjadi benar-benar memadai hanya ketika para musafir ruang dan waktu itu pada akhirnya mencapai rangkulan ilahi Tuhan yang hidup di Firdaus.
1:6.3 Jangan pernah melupakan sudut pandang yang berlawanan tentang kepribadian sebagaimana hal itu dipahami oleh Tuhan dan manusia. Manusia melihat dan memahami kepribadian, memandang dari yang terbatas kepada yang tanpa batas; Tuhan melihat dari yang tanpa batas kepada yang terbatas. Manusia memiliki jenis kepribadian yang paling rendah; Tuhan memiliki yang paling tinggi, bahkan yang tertinggi, terakhir, dan absolut. Sebab itu memang konsep-konsep yang lebih baik tentang kepribadian ilahi harus dengan sabar menunggu munculnya gagasan-gagasan yang diperbaiki mengenai kepribadian manusia, khususnya pewahyuan yang diperluas tentang kepribadian manusiawi maupun ilahi dalam hidup penganugerahan diri Mikhael, Sang Putra Pencipta, di Urantia.
1:6.4 Roh ilahi yang prapribadi yang mendiami batin manusia itu membawa, dalam kehadirannya itu sendiri, bukti yang sahih tentang keberadaan nyatanya, namun konsep mengenai kepribadian ilahi itu dapat dipahami hanya oleh wawasan rohani dari pengalaman keagamaan pribadi yang asli. Setiap pribadi, manusiawi atau ilahi, bisa dikenal dan dipahami sama sekali terpisah dari reaksi-reaksi eksternal atau kehadiran jasmani dari pribadi tersebut.
1:6.5 Suatu taraf tertentu kesamaan moral dan harmoni rohani sangat diperlukan untuk persahabatan antara dua pribadi; suatu kepribadian yang pengasih akan hampir tidak bisa membuka dirinya terhadap suatu pribadi yang tanpa kasih. Bahkan untuk mendekati pengenalan dari sesosok kepribadian ilahi, semua kemampuan kepribadian manusia itu harus sepenuhnya diabdikan pada upaya itu; pengabdian yang setengah hati atau sebagian saja akan sia-sia.
1:6.6 Makin sepenuhnya manusia mengerti dirinya sendiri dan menghargai nilai-nilai kepribadian sesamanya, makin dia akan rindu untuk mengetahui Kepribadian Asli itu, dan makin sungguh-sungguh manusia yang mengenal-Tuhan itu akan berjuang untuk menjadi seperti Kepribadian Asli itu. Kamu dapat memperdebatkan pendapat-pendapat tentang Tuhan, tetapi pengalaman dengan Dia dan dalam Dia berada di atas dan melampaui semua kontroversi manusia dan logika intelektual semata-mata. Manusia yang mengenal-Tuhan menceritakan pengalaman-pengalaman rohaninya, bukan untuk meyakinkan orang-orang yang tidak percaya, namun untuk manfaat dan kepuasan bersama orang-orang percaya.
1:6.7 Menganggap bahwa alam semesta dapat diketahui, bahwa alam semesta itu dapat dipelajari, adalah menganggap bahwa alam semesta itu dibuat oleh batin dan dikelola oleh kepribadian. Batin manusia hanya dapat merasakan fenomena batin dari batin yang lain, baik itu manusia atau supramanusia. Jika kepribadiannya manusia dapat mengalami alam semesta, ada suatu batin ilahi dan suatu kepribadian nyata yang tersembunyi entah di mana di dalam alam semesta itu.
1:6.8 Tuhan itu roh—kepribadian roh; manusia adalah juga suatu roh—potensi kepribadian roh[49]. Yesus dari Nazaret mencapai realisasi penuh dari potensi kepribadian roh ini dalam pengalaman manusiawi; sebab itu kehidupannya untuk mencapai kehendak Bapa itu menjadi pewahyuan yang paling real dan ideal mengenai kepribadian Tuhan. Bahkan sekalipun kepribadian Bapa Semesta itu dapat dipahami hanya dalam pengalaman keagamaan yang nyata, dalam kehidupan bumi Yesus kita diilhami oleh demonstrasi sempurna tentang realisasi tersebut dan pewahyuan tentang kepribadian Tuhan dalam suatu pengalaman manusia yang sebenarnya.
1:7.1 Ketika Yesus berbicara mengenai “Allah yang hidup,” dia mengacu pada sosok Deitas yang berpribadi—Bapa di surga[50]. Konsep tentang kepribadian Tuhan itu membantu hubungan persahabatan; hal itu mendukung ibadah yang cerdas; hal itu meningkatkan rasa percaya yang menyegarkan hati. Interaksi bisa dilakukan antara hal-hal yang tidak berpribadi, tetapi tidak demikian dengan hubungan persahabatan. Hubungan persahabatan bapa dan anak, seperti antara Tuhan dan manusia, tidak dapat dinikmati kecuali keduanya adalah pribadi-pribadi. Hanya kepribadian-kepribadianlah yang dapat berhubungan erat satu sama lain, meskipun komuni pribadi ini bisa sangat dibantu oleh kehadiran suatu entitas yang justru tak berpribadi seperti Pelaras Pikiran itu.
1:7.2 Manusia tidak mencapai persatuan dengan Tuhan seperti setetes air dapat menemukan persatuan dengan samudra. Manusia mencapai kesatuan ilahi oleh persekutuan rohani timbal-balik yang progresif, oleh pergaulan kepribadian dengan Tuhan yang berpribadi, dengan semakin mencapai kodrat ilahi melalui penyesuaian diri pada kehendak ilahi dengan sepenuh hati dan cerdas. Hubungan yang mendalam tersebut dapat terjadi hanya antara kepribadian.
1:7.3 Konsep tentang kebenaran mungkin dapat dipikirkan terpisah dari kepribadian, konsep keindahan mungkin ada tanpa kepribadian, namun konsep kebaikan ilahi itu dapat dimengerti hanya dalam hubungannya dengan kepribadian. Hanya suatu pribadi yang dapat mengasihi dan dikasihi. Bahkan keindahan dan kebenaran akan terpisah dari harapan keselamatan bila hal-hal tersebut bukan sifat-sifat dari Tuhan yang berpribadi, Bapa yang pengasih.
1:7.4 Kita tidak dapat sepenuhnya mengetahui bagaimana Tuhan dapat menjadi yang perdana, tidak berubah, mahakuasa, dan sempurna, sedangkan pada saat yang sama Dia dikelilingi oleh alam semesta yang selalu berubah dan tampaknya dibatasi oleh hukum, suatu alam semesta ketidak-sempurnaan relatif yang berkembang. Namun kita dapat mengetahui kebenaran seperti itu dalam pengalaman pribadi kita sendiri karena kita semua memelihara identitas kepribadian dan kesatuan kehendak kendatipun diri kita sendiri maupun lingkungan kita terus berubah.
1:7.5 Realitas alam semesta yang paling mendasar tidak dapat dipahami oleh matematika, logika, atau filsafat, tapi hanya oleh pengalaman pribadi dalam kesesuaian progresif pada kehendak ilahi Tuhan yang berpribadi. Ilmu pengetahuan, filsafat, atau pun teologi tidak dapat memvalidasi kepribadian Tuhan. Hanya pengalaman pribadi anak-anak iman dari Bapa surgawi itulah yang dapat menghasilkan kesadaran rohani nyata tentang kepribadian Tuhan.
1:7.6 Konsep-konsep yang lebih tinggi mengenai kepribadian alam semesta menunjukkan adanya: identitas, kesadaran diri, kehendak diri, dan kemungkinan untuk pewahyuan diri. Karakteristik-karakteristik ini lebih jauh mengartikan adanya hubungan persekutuan dengan kepribadian-kepribadian yang lain dan setara, seperti yang ada dalam asosiasi-asosiasi kepribadian para Deitas Firdaus. Dan kesatuan mutlak dari asosiasi-asosiasi ini adalah begitu sempurna sehingga keilahian menjadi dikenal oleh ketidak-terbagian, oleh keesaan. “Tuhan Allah itu Esa[51].” Ketidak-terbagian kepribadian itu tidak merintangi Tuhan menganugerahkan roh-Nya untuk hidup dalam hati manusia fana. Ketidak-terbagian kepribadian seorang ayah manusiawi itu tidak mencegah reproduksi anak lelaki dan perempuan.
1:7.7 Konsep ketidak-terbagian ini dalam hubungannya dengan konsep kesatuan mengandung arti transendensi ruang maupun waktu oleh Ultimasi Deitas; sebab itu baik ruang maupun waktu tidak dapat menjadi absolut atau tanpa batas. Sumber dan Pusat Pertama adalah ketanpa-batasan itu yang secara tanpa perkecualian melampaui semua batin, semua materi, dan semua roh.
1:7.8 Fakta mengenai Trinitas Firdaus sama sekali tidak melanggar kebenaran tentang kesatuan ilahi. Ketiga kepribadian Deitas Firdaus itu adalah sebagai satu, dalam semua reaksi realitas alam semesta dan dalam semua hubungan dengan makhluk. Eksistensi ketiga pribadi kekal ini juga tidak melanggar kebenaran tentang ketidak-terbagian Deitas. Aku sepenuhnya sadar bahwa tidak ada bahasa yang aku bisa pakai memadai untuk menjelaskan pada pikiran manusia fana bagaimana kami memandang masalah-masalah alam semesta ini. Namun kamu tidak perlu berkecil hati; tidak semua hal-hal ini sepenuhnya jelas bahkan bagi kepribadian-kepribadian tinggi yang termasuk sosok-sosok Firdaus dalam kelompokku. Ingatlah selalu bahwa kebenaran-kebenaran yang mendalam mengenai Deitas ini akan semakin menjadi jelas sementara batinmu semakin dirohanikan secara progresif selama era-era berikutnya dalam perjalanan panjang kenaikan manusia fana ke Firdaus.
1:7.9 (Disampaikan oleh sesosok Konselor Ilahi, anggota dari kelompok kepribadian selestial yang ditunjuk oleh Yang Purba Harinya dari Uversa, ibukota alam semesta super ketujuh, untuk mensupervisi bagian-bagian dari pewahyuan mendatang ini yang berhubungan dengan urusan-urusan di luar batas-batas alam semesta lokal Nebadon. Aku ditugasi untuk mensponsori makalah-makalah yang menggambarkan kodrat dan sifat Tuhan karena aku merupakan sumber informasi tertinggi yang tersedia untuk tujuan tersebut pada suatu dunia yang dihuni. Aku telah melayani sebagai Konselor Ilahi dalam semua tujuh alam semesta super dan telah lama bertempat tinggal di Firdaus pusat dari segala sesuatu. Banyak kali sudah aku menikmati kenikmatan tertinggi tinggal dalam hadirat pribadi langsung Bapa Semesta. Aku menggambarkan realitas dan kebenaran mengenai kodrat dan sifat Bapa dengan wewenang yang tidak diragukan; aku tahu tentang apa yang aku bicarakan).